Mengenai keutamaan orang kaya dijelaskan pada dua hadits berikut:
1- Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
“Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari no. 73 dan Muslim no. 816)
Hadits di atas menjelaskan akan keutamaan orang kaya yang giat memanfaatkan hartanya untuk diinfakkan dalam jalan kebaikan.
2- Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berkata,
ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ مِنَ الأَمْوَالِ بِالدَّرَجَاتِ الْعُلاَ وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ ، يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّى ، وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ ، وَلَهُمْ فَضْلٌ مِنْ أَمْوَالٍ يَحُجُّونَ بِهَا ، وَيَعْتَمِرُونَ ، وَيُجَاهِدُونَ ، وَيَتَصَدَّقُونَ
“Orang-orang kaya dengan harta selalu mendapatkan kedudukan tinggi dan nikmat yang terus menerus. Mereka shalat sebagaimana kami shalat. Mereka berpuasa sebagaimana kami puasa. Mereka memiliki kelebihan harta sehingga bisa pergi berhaji, berumrah, berjihad serta bershodaqoh.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ أُحَدِّثُكُمْ بِأَمْرٍ إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ أَدْرَكْتُمْ مَنْ سَبَقَكُمْ وَلَمْ يُدْرِكْكُمْ أَحَدٌ بَعْدَكُمْ ، وَكُنْتُمْ خَيْرَ مَنْ أَنْتُمْ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِ ، إِلاَّ مَنْ عَمِلَ مِثْلَهُ تُسَبِّحُونَ وَتَحْمَدُونَ ، وَتُكَبِّرُونَ خَلْفَ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ
“Maukah kuberitahu pada kalian jika kalian mau mengamalkannya, maka kalian akan mengejar ketertinggalan dari orang-orang kaya dan tidak ada yang mendapati setelah itu. Engkau akan mendapatkan kebaikan lebih dari mereka. Kecuali jika mereka mengamalkan yang semisal. Amalkanlah tasbih, tahmid, dan takbir masing-masing sebanyak 33 kali.”
فَاخْتَلَفْنَا بَيْنَنَا فَقَالَ بَعْضُنَا نُسَبِّحُ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ ، وَنَحْمَدُ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ ، وَنُكَبِّرُ أَرْبَعًا وَثَلاَثِينَ . فَرَجَعْتُ إِلَيْهِ فَقَالَ « تَقُولُ سُبْحَانَ اللَّهِ ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ ، حَتَّى يَكُونَ مِنْهُنَّ كُلِّهِنَّ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ »
“Kami pun berselisih. Sebagian kami bertasbih 33 kali, bertahmid 33 kali, dan bertakbir 33 kali. Aku pun kembali menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau mengatakan, “Berdzikirlah dengan menyebut “subhanallah, walhamdulillah, wallahu akbar” dari setiap dzikir itu 33 kali.” (HR. Bukhari no. No. 843 dan Muslim no. 595)
Dalam riwayat Muslim disebutkan, dari Abu Shalih yang meriwayatkan dari Abu Hurairah
فَرَجَعَ فُقَرَاءُ الْمُهَاجِرِينَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالُوا سَمِعَ إِخْوَانُنَا أَهْلُ الأَمْوَالِ بِمَا فَعَلْنَا فَفَعَلُوا مِثْلَهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ »
“Orang-orang fakir dari kaum muhajirin kembali pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berkata, “Saudara-saudara kami yang kaya mendengar apa yang kami lakukan. Maka mereka melakukan ” (HR. Muslim no. 595)
Ketika menjelaskan hadits di atas disebutkan oleh Imam Nawawi,
وَفِي هَذَا الْحَدِيث دَلِيل لِمَنْ فَضَّلَ الْغَنِيّ الشَّاكِر عَلَى الْفَقِير الصَّابِر
وَفِي الْمَسْأَلَة خِلَاف مَشْهُور بَيْن السَّلَف وَالْخَلَف مِنْ الطَّوَائِف . وَاللَّهُ أَعْلَم
“Dalam hadits ini terdapat dalil akan keutamaan orang kaya yang pandai bersyukur daripada orang miskin yang mau bersabar. Manakah yang lebih utama daripada keduanya terdapat perselisihan di antara para ulama salaf dan khalaf dari berbagai kalangan. Wallahu a’lam.”
Tentang cara membaca tasbih, tahmid dan takbir diterangkan oleh Imam Nawawi sebagai berikut.
وَذَكَرَ بَعْد هَذِهِ الْأَحَادِيث مِنْ طُرُق غَيْر طَرِيق أَبِي صَالِح ، وَظَاهِرهَا أَنَّهُ يُسَبِّح ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ مُسْتَقِلَّة ، وَيُكَبِّر ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ مُسْتَقِلَّة ، وَيَحْمَد كَذَلِكَ ، وَهَذَا ظَاهِر الْأَحَادِيث . قَالَ الْقَاضِي عِيَاض : وَهُوَ أَوْلَى مِنْ تَأْوِيل أَبِي صَالِح . وَأَمَّا قَوْل سُهَيْل : إِحْدَى عَشْرَة فَلَا يُنَافِي رِوَايَة الْأَكْثَرِينَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ ، بَلْ مَعَهُمْ زِيَادَة يَجِب قَبُولهَا ، وَفِي رِوَايَة : تَمَام الْمِائَة لَا إِلَه إِلَّا اللَّه وَحْده لَا شَرِيك لَهُ لَهُ الْمُلْك وَلَهُ الْحَمْد وَهُوَ عَلَى كُلّ شَيْء قَدِير ) ، وَفِي رِوَايَة : ( أَنَّ التَّكْبِيرَات أَرْبَع وَثَلَاثُونَ ) وَكُلّهَا زِيَادَات مِنْ الثِّقَات يَجِب قَبُولهَا ، فَيَنْبَغِي أَنْ يَحْتَاط الْإِنْسَان فَيَأْتِي بِثَلَاثٍ وَثَلَاثِينَ تَسْبِيحَة ، وَمِثْلهَا تَحْمِيدَات وَأَرْبَع وَثَلَاثِينَ تَكْبِيرَة وَيَقُول مَعَهَا : لَا إِلَه إِلَّا اللَّه وَحْده لَا شَرِيك لَهُ . . . إِلَى آخِرهَا ؛ لِيَجْمَع بَيْن الرِّوَايَات .
“Ada jalur lain selain jalur Abu Shalih. Yang Nampak jelas, bacaan tasbih dibaca 33 kali tasbih dan 33 kali takbir, begitu pula 33 kali tahmid. Inilah yang nampak dalam hadits. Al Qadhi ‘Iyadh mengatakan bahwa penafsiran seperti ini lebih utama dari penafsiran Abu Shalih.
Adapun riwayat dari Suhail yang menyatakan bahwa masing-masing bacaan tadi dibaca 11 kali, itu tidak menafikan riwayat yang menyatakan 33 kali. Bahkan ziyadah (tambahan) seperti itu hendaklah diterima.
Dalam riwayat lain, dzikir tersebut disempurnakan dengan bacaan: ‘laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodir’.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa bacaan takbir dibaca 34 kali.
Semua tambahan tadi adalah tambahan dari perowi tsiqoh (terpercaya) yang mestinya diterima.
Yang layak kita katakan, lebih hati-hatinya seseorang berdzikir membaca: subhanallah 33 kali, alhamdulillah 33 kali, Allahu akbar 34 kali, lalu ditambahkan bacaan ‘laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah … hingga akhir. Untuk menggabungkan riwayat-riwayat yang ada’.” Demikian penjelasan Imam Nawawi rahimahullah dalam Shahih Muslim.
Semoga bermanfaat.
—
Kota Biak Papua, malam 2 Jumadats Tsaniyyah 1436 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com